Translate

Sabtu, 21 September 2013

Otokritik APBD Sabu Raijua


Ketiga "makhluk" itu, KUA, PPAS dan RAPBD adalah Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah. Ketiganya berkait-kaitan, bisa dibedakan, tapi tak bisa dipisahkan. Ketiga dokumen itu sebentar lagi segera dibahas di DPRD Sabu Raijua.
KUA akronim dari Kebijakan Umum Anggaran; PPAS akronim dari Plafon Prioritas Anggaran Sementara; dan
RAPBD adalah akronim dari Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Ketiga singkatan itu mungkin sudah sering didengar, namun secara ontologis, terutama bagi masyarakat awam, luput dimaknai, sehingga direspon kurang proporsional bahkan negatif. Dan sering muncul komentar kurang sedap.

Dalam sebuah 'dialog pinggir jalan' soal APBD Sabu Raijua tahun lalu bersama beberapa orang yang boleh dibilang tokoh, ungkapan kritis silih berganti terdengar; "APBD Sabu Raijua bukan berbasis kerakyatan tapi berbasis birokrasi." Atau, "APBD boros pada hal-hal yang kurang penting." Pernyataan yang lebih seram juga ada, "Pemerintah dan Dewan hanya membagi-bagi dana APBD untuk kalangan sendiri bukan untuk rakyat, APBD hampir tidak ada manfaatnya yang signifikan bagi rakyat."
Benarkah???
Statement itu sudah barang tentu tidak bisa diberi nilai 10 karena pasti tidak benar semuanya, tapi untuk memberi nilai nol juga tidak mungkin karena pasti tidak salah semua.

Ada sebuah hipotesis di kalangan akademisi,  bahwa jumlah anggaran yang besar belum tentu memiliki korelasi positif dengan kesejahteraan rakyat Sabu Raijua.
Iyakah??? Namanya juga hipotesis, tentu perlu pengujian.
Siklus pembahasan RAPBD setiap tahunnya hampir tidak berubah. Langkah pertama adalah Masa Penjaringan Aspirasi, populer dengan istilah Jaring Asmara (Aspirasi Masyarakat).
Legislatif (DPRD) menjaring aspirasi melalui Kunjungan Kerja Komisi-Komisi DPRD, Reses Anggota, penyampaian aspirasi rakyat yang diterima secara langsung, unjuk-unjuk rasa, Rapat-Rapat Dengar Pendapat, forum-forum dialog, Proposal kelompok masyarakat dan masukan dari media massa.
Eksekutif menjaring aspirasi melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG), mulai dari tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, sampai MUSRENBANG tingkat Provinsi.
Aspirasi-aspirasi itu dijaring berjenjang dari bawah, bottom-up!
Siklus Musrenbang ==> KUA ==> PPAS ==> kemudian berakhir pada RAPBD, sebenarnya secara filosofis sudah benar dan sesuai dengan regulasi.
Kalau penjaringan aspirasi rakyat itu jujur, tidak direkayasa, dan rakyat yang menyampaikan aspirasi itu juga jujur (artinya, bukan kepentingan pribadi atau kelompok yg  dibungkus sebagai kepentingan rakyat), maka apa yang menjadi kebutuhan rakyat pasti akan tertuang dalam KUA, PPAS dan RAPBD.

Guna menguji aspirasi itu, maka KUA yang disusun oleh Eksekutif dikirim ke DPRD untuk dibahas. Di sinilah Komisi-Komisi DPRD banyak berperan. Komisi lah yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Kegiatan Eksekutif sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
Kalau Komisi melaksanakan tugas pengawasannya dengan sungguh-sungguh selama tahun berjalan, maka mereka pasti tahu mana aspirasi yang murni dan mana yang tidak, mana Kegiatan yang tepat sasaran, mana yang kurang tepat.

Bahan yang diperoleh di lapangan digunakan oleh Komisi untuk penyempurnaan KUA. Kebijakan Anggaran yang tertuang dalam KUA ini sangat penting karena dapat berfungsi untuk mengoreksi kebijakan-kebijakan yang kurang fokus untuk pencapaian Program pada tahun sebelumnya.
Pada saat pembahasan KUA inilah DPRD melakukan pengawasan awal terhadap kemungkinan adanya penyimpangan-penyimpangan kebijakan.

Idealnya, KUA yang sudah dibahas DPRD memuat kebijakan-kebijakan umum dalam rangka melaksanakan Program satu tahun ke depan, sifatnya kualitatif.
KUA yang sudah final – sekali lagi idealnya – didistribusikan oleh Kepala Daerah kepada seluruh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah, seperti Dinas, Badan, Biro, dst). Kepala Daerah juga memberikan Plafon Anggaran untuk tiap SKPD.

Berbekal KUA dan Plafon Anggaran tersebut, masing-masing SKPD menyusun Program dan Kegiatan menurut Skala Prioritas. Skala prioritas ini penting karena asumsi: Penerimaan Anggaran terbatas, bukan ad libitum (sepuas-puasnya).

Daftar Prioritas Kegiatan, dikompilasi oleh Eksekutif kemudian dikirim kembali ke DPRD berupa PPAS (Plafon Prioritas Anggaran Sementara) untuk dibahas, baik oleh Komisi maupun oleh Badan Anggaran DPRD. Atribut kata "Sementara" ditambahkan, sebab pada saat pembahasan di DPRD kemungkinan akan terjadi pergeseran prioritas akibat perbedaan persepsi antara Eksekutif dan DPRD dalam menerjemahkan aspirasi rakyat yang masuk. Besaran plafon pun bisa jadi ikut bergeser.
Setelah tercapai kesepakatan antara Eksekutif-Legislatif, PPAS digunakan sebagai dasar penyusunan RAPBD, untuk kemudian diajukan oleh Eksekutif dalam Sidang Paripurna DPRD.

RAPBD ini kemudian dibahas oleh DPRD melalui pentahapan yang telah ditentukan sesuai Peraturan Tata Tertib DPRD dan Jadwal Persidangan yang dibuat oleh Badan Musyawarah.
Setelah DPRD ketuk palu, RAPBD tersebut harus dikonsultasikan ke Propinsi untuk diverifikasi. Dalam masa verifikasi ini, Propinsi bisa menggunakan hak vetonya mencoret, mengubah, mengurangi atau mengalihkan posting bila dianggap tidak sesuai dengan kepentingan umum. Setelah itu barulah RAPBD tersebut menjadi APBD dan ditetapkan sebagai Peraturan Daerah oleh Kepala Daerah.

Kalau seluruh siklus itu berjalan normal, wajar, dan cukup waktu tersedia untuk pembahasan di DPRD, tidak perlu ada kekhawatiran RAPBD tidak menjawab kebutuhan masyarakat. Banyak persoalan yang akan terjawab, seperti masalah infrastruktur desa, masalah kemiskinan, masalah kualitas pendidikan, pelayanan kesehatan dan pelayanan publik lainnya.

Namun setiap tahun selalu waktu yang menjadi kendala. Normalnya, rancangan KUA sudah harus sampai di DPRD pada pertengahan tahun. Dengan demikian RAPBD bisa diajukan pada 1 Oktober sesuai dengan ketentuan, selambat-lambatnya tiga bulan sebelum berakhirnya Tahun Anggaran.
Bila RAPBD diajukan pada 1 Oktober, diperkirakan medio Desember sudah ketuk palu, dan pelaksanaan APBD bisa dimulai pada 1 Januari sehingga bisa efektif. Kepala Satuan Kerja (Kasatker) dan Pelaksana Program/Kegiatan tidak lagi dikejar-kejar waktu dan mungkin juga dikejar-kejar jaksa atau BPK.

Oleh karena itulah Menteri Keuangan memberikan insentif (perangsang), untuk daerah-daerah yang bisa menyelesaikan pembahasan RAPBD pada akhir November, Departemen Keuangan akan menambah alokasi dana APBN untuk daerah yang bersangkutan.
Untuk Tahun Anggaran 2014 kita tentu tetap berharap bisa mendapatkan
insentif tersebut, sebab kendati sudah agak terlambat namun saya melihat bahwa tetap ada keinginan kuat dari semua teman-teman maupun Eksekutif untuk mempercepat Pembahasan KUA dan PPAS dilanjutkan Sidang pembahasan RAPBD.

Mempercepat waktu pembahasan agaknya perlu dan tidak salah, namun bobot pembahasan perlu tetap dijaga.
Nada miring yang selalu bertiup mengiringi pembahasan RAPBD tanda masyarakat masih peduli. Banyak yang mendambakan APBD sungguh-sungguh berpihak pada rakyat, efektif, dan tidak boros.
DPRD kendati sering dicaci-maki dalam setiap kali pembahasan APBD, tetapi tetap masih diakui sebagai Lembaga yang memiliki legitimasi untuk melakukan pengawalan baik dalam prosedur maupun substansi. Masyarakat tentu menaruh harapan, APBD 2014 lebih brilian, lebih dapat dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan kesejahteraan.

Ini sebuah momentum. Bupati MDT dalam berbagai kesempatan bicara dengan pers hampir selalu mengedepankan adanya komitmen untuk membangun pedesaan. Pilihan Programnya antara lain Program-Program  Pemberdayaan Masyarakat, Ketahanan Pangan dan Infrastruktur Desa.
Perhatian Pemkab Sabu Raijua terhadap pembangunan desa sebenarnya sudah on the right track. Kita hanya kurang fokus saja selama ini. Tidak bisa dipungkiri, sebagian besar penduduk Sabu Raijua hidup di pedesaan yang tersebar di 6 Kecamatan, dan di sini pulalah terdapat kantong-kantong kemiskinan yang harus terus kita bantu dan tingkatkan taraf hidupnya.
Mereka umumnya adalah petani, buruh dan nelayan. Sebagian besar mereka hampir tidak memiliki asset produktif. Kalau mereka tidak disentuh dengan Program-Program yang merangsang tumbuhnya kemandirian, selamanya mereka akan terpinggirkan.

Secara kebetulan sebentar lagi Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua bersama DPRD akan membahas KUA, PPAS dan RAPBD 2014. Tahun Anggaran 2014 adalah tahun ketiga bagi kepemimpinan MDT-NRH, dan Tahun Anggaran terakhir bagi Anggota DPRD periode 2009-2014. Kedua-duanya tentu ingin memberi tanda.
Yang pertama tentu ingin memberi kesan, bahwa dukungan besar dari
pemerintah desa dan masyarakat di seluruh Sabu Raijua tidak salah. Sementara yang disebut terakhir, tentu ingin meninggalkan kenangan manis bagi masyarakat dan konstituennya.
Betapapun coreng morengnya wajah DPRD secara umum di republik kita ini, sebagai Anggota Dewan yang diberi kepercayaan langsung oleh rakyat, tentu kita juga ingin meninggalkan memori yang baik, yang pantas dikenang, tidak hanya sekedar formalitas pelengkap unsur Pemerintahan Daerah.

DPRD Sabu Raijua bersama Eksekutif harus mampu menunjukkan komitmen untuk memberikan anggaran yang signifikan terhadap pembangunan desa secara adil dan merata.
Bisakah APBD Sabu Raijua 2014 memberikan jawaban terhadap desa-desa yang belum memiliki sarana infrastruktur sebagaimana yang mereka impikan?
Membantu mereka di desa-desa yang belum pernah merasakan diterangi listrik, membantu mereka yang kesulitan air bersih dan sehat untuk diminum?
Bisakah memberikan jalan keluar terhadap masyakat yang belum menikmati pelayanan kesehatan melalui Puskesmas sesuai standar?
Bagaimana dengan anak-anak putus sekolah di desa karena orang tua mereka tidak mampu lagi membiayai sekolahnya?
Apa jalan keluar untuk permasalahan distribusi dan tata niaga BBM? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang tak tersampaikan.

Tentu, tidak akan semua pertanyaan bisa dijawab dengan anggaran yang tercantum dalam APBD Sabu Raijua 2014. Itu pasti! Karena untuk menjawab semua tantangan itu tidaklah semudah membalik telapak tangan. Tetapi setidaknya, bila ada komitmen yang kuat, bila ada langkah awal yang meyakinkan, bila ada kebersamaan dan kesepahaman akan kebutuhan rakyat, bila ada ketulusan tanpa melihat perbedaan, tahun-tahun berikutnya akan berjalan mulus.

Jebakan yang perlu diwaspadai adalah jebakan "ego". Ego yang berlebihan dalam membela Dinas atau Badan, atau Komisi di DPRD, membela Daerah Pemilihan (Dapil), membela kelompok, akan menjadi ancaman bagi batang tubuh APBD. APBD akan kehilangan konteks dengan KUA dan PPAS.
DPRD dan Eksekutif harus berani mengambil langkah memainkan "gunting" memangkas anggaran yang belum diperlukan. Namun kehati-hatian tetap harus dijaga, jangan sampai pemangkasan atau penambahan anggaran yang dilakukan justru paradoks atau kontra produktif terhadap Kebijakan Umum, Skala Prioritas dan Perimbangan Anggaran antar sektor.

Jebakan lain adalah pemborosan anggaran. DPRD dan Eksekutif harus 'berani untuk tidak populer' dengan menolak permintaan-permintaan yang tidak terkait langsung dengan KUA dan PPAS. Dalam jangka panjang anggaran yang lebih fokus untuk membiayai Program-Program demi kepentingan umum akan dirasakan lebih besar manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat.
Sebagian warga masyarakat kita agaknya sudah salah kaprah dengan selalu
memanfaatkan kesempatan untuk membebankan semua kegiatannya kepada APBD.
Ini momentum untuk meluruskannya. Tidak semua kegiatan masyarakat harus didanai dengan APBD. Sepanjang yang saya lihat dan rasakan, tingkat ketergantungan masyarakat sudah terlalu tinggi pada APBD.

Charity Budget (anggaran kebaikan hati) berupa bantuan-bantuan memang tidak mungkin dihapuskan sama sekali, tapi harus dibatasi, dengan tetap menjunjung tinggi azas kepatutan dan kewajaran. Sopan santun kita pelihara, tapi basa-basi harus dikurangi kendati untuk itu kita tidak akan mendapatkan lagi pujian dan tepuk tangan.
Posting dana bantuan tidak salah, tapi merupakan presenden buruk bagi struktur APBD kabupaten kita.

Jebakan yang juga tidak kalah seriusnya adalah pembiaran terhadap lemahnya perencanaan. Lemahnya perencanaan bisa akibat planning capacity Kepala Satuan Kerja memang rendah, tetapi bisa juga karena sang Kepala Satuan Kerja tidak serius, sehingga menyerahkan demikian saja penyusunan Program Satuan Kerjanya kepada bawahan yang belum cukup memiliki kompetensi.
Bagaimana pun strategic planning yang sudah digariskan oleh Kepala Daerah harus dapat dijabarkan dalam action plan secara baik.
Perencanaan yang baik akan membuat asset daerah ini bernilai tinggi, aset rakyat juga akan meningkat nilainya. Lahan-lahan di perkotaan misalnya, akan mengalami apresiasi nilai yang signifikan. Tapi kalau daerah berkembang tidak mengantisipasi masa depan bahkan menjadi slump area (daerah kumuh), maka asset rakyat akan bernilai rendah.

Bilamana DPRD dan Eksekutif bisa melakukan penajaman Prioritas, menghindari pemborosan anggaran, menekan pos bantuan, maka Alokasi Dana Desa yang harus diambil dari bagian Dana Perimbangan tidak akan jadi masalah.

Dewasa ini sebenarnya APBD Sabu Raijua sudah mengalokasikan dana bantuan ke desa yang nilainya cukup besar untuk ukuran postur APBD kita,  dan semua itu berupa dana untuk usaha pemberdayaan ekonomi produktif kelompok-kelompok masyarakat di desa.
Namun agar dana itu dapat dikelola dengan baik dan tepat sasaran serta tepat guna, memang diperlukan Pelatihan dan Bimbingan Teknis serta pendampingan secara baik oleh SKPD terkait mulai dari Perencanaan, Penganggaran, Pelaksanaan sampai Pelaporan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran dan Kegiatan. Kalau tidak dikhawatirkan kelak para anggota-anggota kelompok ekonomi ini akan ramai-ramai terbentur masalah dan dampak ikutannya adalah gagalnya target-target pembangunan kita.

APBD Kabupaten Sabu Raijua 2014 adalah awal dari sebuah paradigma perubahan. Ini masalah momentum. Bila APBD disusun saling isi mengisi dalam suatu semangat kebersamaan yang tulus dan bukan sekedar retorika belaka, membangun Sabu Raijua untuk kepentingan bersama, maka pengalaman yang kurang mulus dalam budget sharing pembangunan, tidak akan terulang lagi. Berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
Ungkapan bijak berikut agaknya membuat kita optimis: "There is no under developed country, there is under managed country" (Tidak ada negeri yang tertinggal, yang ada adalah negeri yang salah urus).
Dan ke depan kita tidak boleh salah urus. Kita, Pemerintah dan DPRD, sebagai orang-orang yang telah diberi mandat dan kepercayaan, tidak boleh meninggalkan memori sebagai pemimpin-pemimpin yang telah salah mengurus daerah ini. Kita semua tentu ingin meninggalkan memori yang baik di hati rakyat.

#### # MIRA KAD'DI HARI DO MEMU'DHE PARA LAI#####