Tuan Presiden Suharto,
Bersama ini saya ingin mengingatkan Tuan terhadap segala sesuatu yang
nampaknya oleh Tuan akan dilupakan. Hal-hal yang akan dikemukakan ini
saya anggap sebagai kewajiban bagi saya untuk menjelaskannya secara
benar karena saya justru mengikuti peristiwa-peristiwa di Indonesia itu
dari dekat.
Barangkali sementara orang akan berpendapat bahwa akan lebih baik kalau
saya diam seribu bahasa seperti Sphinks (arca batu di Mesir) dalam hal
ini. Akan tetapi karena saya tanggung jawab maka saya harus melakukan
hal ini biar membawa resiko betapapun besarnya terhadap diri saya. Inipun
karena makin lama di seluruh dunia maupun di Indonesia sendiri banyak
tersebar cerita-cerita palsu yang disebarkan tentang peristiwa-peristiwa
di Indonesia itu sehingga membeberkan keadaan yang sebenarnya itu
merupakan kewajiban saya.
Karena itulah saya kirimkan surat terbuka ini kepada Tuan dalam
kedudukan saya sebagai warga negara Indonesia. Selain itu surat terbuka
yang saya kirimkan kepada tuan ini termasuk segala isinya adalah
sepenuhnya tanggung jawab saya dan tidak ada sangkut pautnya dengan
Soekarno, Presiden Republik Indonesia yang terdahulu.
Sebenarnya agaknya sudah terlambat untuk mempersoalkan kembali
tentang para Perwira yang telah dinyatakan sebagai “kontra revolusi”
atau pemberontak pemberontak terhadap Negara di mana mereka telah sama
dihukum mati.
Selama ini saya selalu berpendirian tidak sependapat dengan adanya
dalil bahwa ”yang berkuasa itu selalu benar” (power can do no wrong).
Sikap inipun sama sewaktu Presiden Soekarno berkuasa, Saya berpendapat
bahwa seorang Kepala Negara itu mesti dikerumuni oleh orang orang yang
mendukungnya. Begitu juga halnya dengan Tuan bahwa di sekeliling Tuan
itu banyak orang-orang berkerumun yang pada umumnya tidak berani membuka
mulutnya, berpura-pura taat dan tunduk bahkan ada yang menjilat yang
pada hakekatnya mereka bertujuan untuk mendapatkan kesempatan berkuasa
lebih banyak Karena itulah apa yang sebenarnya terjadi di sekitar Tuan
menjadi sulit akan terungkap.
Pertama-tama dalam surat terbuka saya ini, saya ingin mengemukakan apa
yang disebut “proses” dimana banyak orang telah dibunuh karena dituduh
melakukan kejahatan terhadap Negara. “Proses” ini yang sebenarnya terjadi
di luar norma-norma Hukum dan Keadilan lebih tepat untuk disebut “teror
dan kekerasan”.
Dan mereka orang-orang yang tidak puas dan tidak mau bicara sewaktu
kekuasaan Soekarno maka setelah situasi berubah lalu bersikap tidak
bertanggung jawab dan turut serta melakukan pembunuhan dan teror. Dalam
hal ini Tuan telah membiarkannya. Andai kata nanti pada suatu ketika
kedudukan Tuan diganti oleh orang lain sudah tentu akan terjadi hal yang
sama dimana pembantu-pembantu Tuan yang penting, sipil maupun militer,
termasuk mungkin Tuan sendiri akan mendapat perlakuan yang sama di mana
mereka dituduh dan dituntut dengan hukuman mati dengan berbagai dalih
misal “karena melakukan korupsi”
Dalam hubungan ini saya ingin bertanya kepada Tuan : “Mengapa Tuan
membiarkan dan memberi kesempatan semua itu berlalu yang dapat menjadi
contoh (preseden) jelek bagi suatu Negara yang masih muda dan rakyatnya
sedang berkembang yaitu Indonesia ?”
Bukan maksud saya untuk mencela kebijaksanaan politik yang Tuan
lakukan. Akan tetapi perhatian tertumpah kepada mereka yang dibunuh dan
diteror dengan memakai dalih “pembersihan terhadap golongan merah” sejak
peristiwa G 30 S itu terjadi. Padahal kebanyakan dari mereka itu
hanyalah pengikut-pengikut Soekarno yang tidak tahu menahu tentang
peristiwa G 30 S.
Bahkan saya memperoleh berita bahwa tidak kurang dari 800.000 Rakyat
Indonesia yang telah terbunuh diantaranya terdapat kaum wanita dan
anak-anak karena hanya sebagai simpatisan PKI.
Harian ”London Times” membuat berita pada Januari 1966 sebagai berikut
“Bahkan sejak pecahnya peristiwa G 30 S itu dalam 3 bulan telah ratusan
ribu kaum komunis yang dibunuh", jumlah mana menurut para diplomat Barat,
angka tersebut masih terlalu rendah.
Sementara itu menurut sementara pengusaha-pengusaha dan turis-turis
dari Eropa yang pulang dari Indonesia mengatakan bahwa pembunuhan dan
teror itu begitu hebatnya sehingga mereka melihat sementara di
sungai-sungai penuh dengan hanyutnya mayat- mayat tanpa kepala dan
sementara anak-anak di desa-desa katanya bermain sepak bola dengan
kepala-kepala manusia yang terbunuh. Pokoknya dalam tempo 3 bulan
sesudah peristiwa G 30 S itu situasi di Indonesia dicekam dengan
ketakutan dan ketegangan dimana banyak darah mengalir yang belum pernah
terjadi dalam sejarah bangsa Indonesia.
Seorang wartawan dari “Washington Post” memberitakan dari Jakarta
bahwa di Jawa Timur saja telah terbunuh 250.000 orang, demikian menurut
sumber dari golongan Islam. Lebih lanjut “Washington Post” memberitakan
bahwa puncak pembunuhan dan teror itu pada bulan November 1965.
Kepala-kepala manusia telah dijadikan hiasan (decorasi) pada suatu
jembatan. Di tempat lain orang melihat bahwa mayat-mayat tanpa kepala
dihanyutkan di sungai-sungai di atas rakit dalam deretan yang panjang.
Sungai Bengawan Solo yang indah permai ketika itu penuh dengan
mayat-mayat sehingga di sementara tempat kadang-kadang airnya tidak
terlihat, tertutup oleh mayat-mayat itu. Sungai-sungai itu airnya menjadi
merah karena darah Rakyat. Pokoknya ketika itu Indonesia seperti neraka
demikian tulis Washington Post.
Sementara itu harian Inggris “Economist” memperkirakan bahwa korban
yang jatuh karena pembunuhan dan teror itu mencapai 1.000.000 orang.
Saya ingin bertanya kepada Tuan: "Mengapa pertumpahan darah itu sampai
terjadi atas mereka yang belum tentu berdosa? Dan mengapa masyarakat
dunia diam seribu bahasa? Padahal di pihak lain kalau seorang manusia
terbunuh di sepanjang tembok Berlin saja, maka seluruh dunia Barat ramai dan geger. Tapi mengapa dunia Barat itu diam dimana 800.000
Bangsa Asia (Indonesia) telah dibunuh dan diteror dengan darah dingin,
bahkan dalam situasi Dunia sedang damai??"
Saya tahu pasti bahwa diantara yang terbunuh itu ada orang Komunis.
Tapi apa artinya kemerdekaan dan hak azasi manusia kalau Tuan
membenarkan pembunuhan besar-besaran itu sekedar karena mereka melakukan
gerakan di bawah tanah yang tidak diketahui oleh Pemerintah Tuan?
Sebenarnya Tuan akan lebih bijaksana kalau Tuan mengambil
langkah-langkah pencegahan terjadinya pembunuhan besar-besaran itu
sebelum PKI dinyatakan dilarang oleh Undang-Undang.
Akan tetapi Tuan ternyata tidak berbuat demikian dan hal ini dianggap
sebagai pelanggaran terhadap hak-hak azasi manusia dan Tuan tidak
mendapatkan respek. Lepas dari ideologi, apa yang sudah terjadi itu
merupakan “kejahatan nasional”.
Tuan Suharto,
Meskipun Tuan akan menolak dengan berbagai dalih untuk bertindak dan
mencegah terhadap “kejahtan nasional” yang telah berlangsung itu –di mana telah ratusan ribu orang tak berdaya telah dibantai- bagaimanapun
saya juga bersikap tidak membenarkan bahkan mengutuk peristiwa itu.
Bukankah telah menjadi kenyataan bahwa Pemerintah Orde Baru yang Tuan
pimpin memakai slogan demi “penumpasan terhadap PKI”? Ataukah Tuan amat
kuatir kalau kekuasaan Soekarno bangkit kembali beserta pendukung-pendukungnya karena Tuan tahu pasti bahwa lebih dari 50 % Rakyat
Indonesia itu masih setia pada Soekano?
Hal ini pasti Tuan tidak lupa
bukan? Ataukah barangkali Tuan berpendapat bahwa peristiwa G 30 S itu
sudah lampau dan harus dilupakan? Bagi saya hal itu bukan soal.
Akan
tetapi yang menjadi masalah: masih terlalu banyak hal-hal dan
pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab dan bahkan sengaja
disembunyikan, walaupun begitu saya masih merasa beruntung dan bangga
bahwa saya dalam peristiwa 1965 itu tahu dari dekat dan mendapat
pelajaran yang bermanfaat. Bahwa fakta-fakta yang benar dalam sejarah
itu kadang-kadang memang diputar-balikkan oleh karena mereka yang
berkuasa dengan maksud untuk kepentingan atau keuntungan tujuan
politiknya. Begitu juga dengan berita-berita dalam pers (koran-koran)
telah dibuat demikian rupa oleh penguasa sebagai suatu Propaganda untuk
kepentingan politik Pemerintah.
Sebagai misal, yang paling mudah kita ambil contoh dari peristiwa G 30 S.
Peristiwa ini sebenarnya terjadi pada tanggal l Oktober 1965 dinihari yang
didukung oleh Dewan Revolusi dengan dipimpin oleh salah seorang perwira
penanggung jawab pengawal istana Presiden Soekarno yaitu Letnan Kolonel
Untung. Pengumuman Dewan Revolusi itu berbunyi sebagai berikut:
“Sekelompok (grup) Jenderal merencanakan untuk mengambil oper
kekuasaan (coup) dari Pemerintah Presiden Soekarno dan beliau akan
dibunuh. Mereka membentuk Dewan Jenderal dengan tujuan untuk membentuk
kekuasaan Militer. Rencana coup tersebut akan dilakukan pada HUT ABRI
tanggal 5 Oktober 1965 yang akan datang. Untuk mencegah itu maka Dewan Revolusi mendahului mengambil langkah dengan menangkap 6 Jenderal
diantaranya Jenderal A Yani,”
Dalam hal ini Tuan ternyata telah meyakinkan orang banyak (menfitnah)
dengan melancarkan berita bahwa G 30 S itu dilakukan oleh PKI. Hal ini
jelas tidak benar. Bukankah yang melakukan gerakan ini adalah
orang-orang militer? Dan saya meragukan kalau mereka yang melakukan
gerakan itu orang Komunis.
Saya ingin bertanya kepada Tuan: lalu siapakah yang berbuat
menyebarkan isyu sehingga timbul situasi di mana masa dibakar dan
digerakkan, dengan menuduh G 30 S itu didalangi oleh PKI?
Menteri Pertahanan sendiri, yaitu Jenderal Nasution sebagai salah
seorang anggauta Dewan Jenderal yang menurut rencana seharusnya juga
ditangkap oleh gerakan G 30 S telah berkata pada upacara penguburan 6
Jenderal yang terbunuh itu pada HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1965 sebagai
berikut:
“Sampai hari ini pun, HUT ABRI kita masih tetap penuh khidmat dan
kebanggaan meskipun ditandai oleh peristiwa yang merupakan noda bagi
kita ABRI. Yaitu bahwa telah terjadi suatu fitnah dan pengkhianatan
serta kekejaman atas perwira-perwira tinggi kita. Walaupun begitu
saudara saudara kita yang menjadi korban itu adalah tetap merupakan
pahlawan-pahlawan di hati kita Bangsa Indonesia. Yang pada akhirnya
nanti kebenaran pasti akan menang meskipun kita telah difitnah oleh
pengkhianat-pengkhinat ini. Hal mana pada waktunya nanti kita akan
memperhitungkannya.”
Dalam pidato Jenderal Nasution itu sama sekali tidak nampak ada kesan
bahwa terbunuhnya 6 Jenderal itu telah didukung apalagi dilakukan oleh
PKI. Bahkan sebaliknya dari kalimat-kalimat yg diucapkan oleh Jenderal
Nasution itu jelas, bahwa peristiwa G 30 S itu adalah akibat pertentangan
yang ada di kalangan ABRI sendiri.
Tuan Suharto – dapatkah saya bertanya kepada Tuan, siapakah yang
dimaksud dengan kata-kata Nasution “fitnah dan pengkhianat pengkhianat”
itu dan apakah yang dimaksud dengan kalimat “kita akan memperhitungkan
mereka”.
Sebenarnya yang penting diperhitungkan dalam peristiwa itu adalah:
siapa dan apa tujuan dari 50 orang “yang berseragam seperti Pengawal
Presiden Soekarno” itu. Dan ketika mereka menyerbu rumah dan kediaman
Jenderal Nasution dengan senjata lengkap diketahui jelas oleh beliau
bahwa mereka itu (penyerbu) adalah mereka yang dikenal sebagai
orang-orang yang anti Komunis. Justru karena mereka tidak kenal Jenderal
itulah maka mereka menyangka Letnan Tendean sebagai Komandan Jaga
dikira Jenderal Nasution dan terus menembaknya.
Dari fakta ini jelas menurut penilaian saya bahwa andaikata para
penyerbu itu benar-benar pengawal Presiden Soekarno, pasti mereka akan
tahu dan kenal betul pada Jenderal Nasution. Jadi tidak masuk akal pula
kalau para penyerbu itu adalah orang-orang komunis yang mendapat tugas
khusus, tidak kenal pada Jenderal Nasution sehingga terjadi
kegagalan itu.
Apakah Tuan tahu – bahwa banyak orang di Indonesia ini telah
membicarakan bahwa timbul tanda tanya yang besar yang penuh prasangka
kepada Tuan.
Ialah: mengapa Tuan sebagai komandan tertinggi pada Kostrad justru
malah tidak diserbu untuk dibunuh dengan dalih katanya: ”karena mereka
(penyerbu) tidak tahu alamat Tuan”?
Dan yang menarik perhatian lagi –
justru Tuanlah yang pada tanggal l Oktober 1965 pada dinihari sudah
memainkan peranan dan ambil oper pimpinan ABRI dengan memberikan
perintah-perintah sehingga dengan mudah sekali Tuan telah bisa menguasai
dan menumpas Dewan Revolusi dalam waktu yang singkat.
Setelah Presiden Soekarno kehilangan Jenderal A. Yani maka beliau
terus mengangkat Tuan sebagai Menteri Hankam, sekaligus sebagai Pangab
ABRI. Ini terjadi pada tanggal 14 Oktober 1965 dimana Presiden Soekarno
pada pengangkatan Tuan itu telah berpesan sebagai berikut:
“Adalah mendesak sekali agar keamanan dan ketertibann harus segera
dipulihkan agar terciptanya keadaan, di mana emosi dari golongan kiri
maupun golongan kanan dapat ditenangkan dan dikendalikan, sehingga
peristiwa G 30 S itu dapat diselesaikan sambil kita mempelajari segala
sesuatunya yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. Kejadian itu tidak
akan menenangkan saya sebelum segala sesuatunya jelas siapa yang bertanggung-jawab, entah dari pihak manapun, entah merah, hijau ataupun kuning”.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa Tuan memikul tugas yang diberikan
oleh Presiden Soekarno untuk menghimpun segala data sekitar peristiwa G
30 S itu dan seharusnya Tuan segera memulai dengan penyelidikan dan
pengusutan yang harus dilaporkan pada Presiden Soekarno. Akan tetapi
Tuan ternyata tidak mentaati perintah-perintah itu bahkan Tuan telah
memberikan tafsiran sendiri dan berkata:: “Sekarang saya sudah
memperoleh kepercayaan dari Presiden Soekarno. Dan saya akan terus
menumpas sisa-sisa kekuatan dari peristiwa tersebut” Pernyataan Tuan
jelas mempunyai arti tersendiri.
Sebenarnya Presiden Soekarno mengharapkan dan mempercayakan pada Tuan
agar Tuan tetap setia dan loyal untuk melaksanakan
perintah-perintahnya. Dengan tujuan selanjutnya akan diambil
tindakan-tindakan hukum oleh Presiden Soekarno terhadap siapa yang
bersalah tanpa pandang bulu – apakah PKI atau pihak Militer. Akan tetapi
Tuan ternyata tidak memberikan laporan apa-apa pada Presiden Soekarno.
Bahkan Tuan telah menggerakkan ABRI tanpa persetujuan Presiden
bersama-sama dengan beberapa Jenderal antara lain Sarwo Edhie. Dan sejak
inilah dimulai pengejaran dan pembunuhan terhadap mereka yang belum
tentu bersalah yaitu kaum komunis. Yang kemudian telah terkenal luas di
seluruh negeri bahwa TNI di bawah pimpinan Tuan telah melakukan
penganiayaan, pembakaran, perampokan dan pembunuhan terhadap orang PKI.
TNI telah melakukan teror yang berselubung di bawah pimpinan Tuan.
Rakyat yang hidup tenang dihasut/dibangkitkan untuk membenci dan
mengamuk dengan dalih karena adanya kejadian terbunuhnya para Jenderal
tersebut. Rakyat telah dihasut untuk anti PKI yang dikaitkan dengan
negeri Cina yang dituduh memberikan dukungan terhadap G 30 S tersebut.
Dan rakyat telah dibikin lupa sehingga tidak percaya bahwa “Dewan
Revolusi” itu ada.
Selanjutnya Presiden Soekarno dipaksakan untuk menyatakan PKI
dilarang dan di luar hukum karena dianggap partai itu terlibat pada G 30
S. Selama setahun lamanya mahasiswa-mahasiswa dan kelompok-kelompok
yang tidak puas diorganisasi untuk melakukan demonstrasi-demonstrasi
terhadap Soekarno dengan tuntutan-tuntutan termaksud. Akan tetapi
Presiden Soekarno menolak untuk membubarkan PKI sebab tidak ada
data-data dan bukti-bukti yang menyakinkan yang sudah dilaporkan pada
Presiden.
Yang menarik perhatian ialah, bahwa “pemimpin-pemimpin” demonstrasi
tersebut yang katanya adalah “mahasiswa-mahasiswa” kenyataannya umumnya
kebanyakan lebih dari 30 tahun dan bahkan pengikut-pengikutnya
demonstrasi itu memakai pakaian seragam para troops (tentara payung)
yang masih baru-baru. Sehingga perlu dipertanyakan apakah benar mereka
itu mahasiswa-mahasiswa betul? Dan dari mana dana (keuangan) yang
didapat untuk mengorganisasi demonstrasi-demonstrasi itu? Dan mengapa
ternyata sekarang, bahwa mereka yang menjadi pemimpin-pemimpin”
demonstrasi itu kini menempati kedudukan-kedudukan penting dalam
Pemerintahan Tuan?
Semua kekacauan dan tidak tenang yang nampaknya dibikin (artificial)
telah berlangsung selama satu tahun. Sementara itu telah dilancarkan
Propaganda secara luas bahwa segala kesulitan dan keburukan di berbagai
bidang itu ditimpakan pada PKI? Dan hal ini sampai hari inipun masih
berlangsung walaupun peristiwa G 30 S itu telah 4 tahun berlalu.
Akan tetapi tentang hal ini sebenarnya dapat dimengerti sebab dalam
politik yang berkuasa itu harus membuat rakyat yang tidak tahu apa-apa
itu sedemikian rupa sehingga rakyat merasa tidak tenteram dan aman
dengan menimpakan kesalahan dan ancaman itu pada PKI, yang kemudian diarahkan bahwa Penguasa (Pemerintah) itu adalah satu-satunya pelindung rakyat yang sebenarnya.
Kalau demikian halnya maka jelas bahwa Tuan telah mengabaikan
perintah dan peringatan Presiden Soekarno pada sidang kabinet tanggal 2
Januari 1966 di Bogor yang meminta kepada Tuan agar situasi yang tidak
menentu itu harus segera diakhiri dan dipulihkan sehingga rasa kesatuan
dan persatuan bangsa Indonesia dapat tercipta kembali. Bukan saling
membunuh diantara sebangsa dan setanah air. Apabila pembunuhan
besar-besaran itu berlangsung terus menerus maka perjuangan kita selama
ini akan sia-sia, karena dalam hal ini Tuan ternyata telah menempuh
jalan sendiri.
Saya tidak akan mengatakan bahwa G 30 S itu baik. Tapi saya tidak
akan menyalahkan siapa-pun dan belum memberikan penilaian terhadap
peristiwa itu.
Andaikata sebagai orang Komunis atau simpatisan, maka yang
pertama-tama menjadi pertanyaan dan yang tidak masuk akal, apa perlunya
dan apa keuntungannya PKI itu melibatkan diri dalam G 30 S itu. Padahal
PKI itu merupakan partai yang besar? Selain itu kalau memang benar PKI
itu adalah pengacau? Mengapa TNI tidak mengetahui atau mencegah bahkan
yang membakar Markas CG PKI itu dibiarkan untuk selanjutnya diselidiki
kalau-kalau bisa diperoleh data yang penting? Dan kalau benar PKI itu
terlibat apakah tidak lebih baik kalau para pemimpinnya yang bertanggung
jawab diadili di depan umum untuk diketahui oleh seluruh Rakyat
Indonesia? Dan mengapa Tentara yang menangkap DN Aidit itu justru telah
membunuhnya dengan diam-diam baru kemudian melapor pada Presiden
Soekarno. Dan apa pula sebabnya Ketua I dan Wakil Ketua II PKI, yaitu
Sdr. Nyoto dan Lukman juga diperlakukan yang sama dengan cara dibunuh
dengan diam-diam dan tanpa proses hukum?
Kata orang bahwa NU itu mempunyai anggota sebanyak 6 juta. Tapi
mengapa orang-orang di kalangan Partai tersebut terlalu takut kepada
PKI. yang jumlah angggotanya lebih kecil hanya 3 juta orang? Memang
terlalu banyak soal-soal dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa
terjawab bahkan sengaja ditutup/disembunyikan.
Komunisme yang begitu Tuan takutkan itu sebenarnya akan tidak
berdaya, apabila kesengsaraan dapat ditiadakan. Hakekat ideologi PKI di
bawah pimpinan DN Aidit sebenarnya berdasarkan Pancasila (Soekarnoisme).
Dan PKI telah memainkan peranan yang penting dalam kebangkitan dan
kebangunan Bangsa Indonesia serta berjuang untuk Sosialisme Indonesia.
Juga Nasution pimpinan MPRS, telah menyalahkan PKI karena telah
melakukan aksi-aksi di bidang ekonomi. Dia juga menyalahkan PKI bahwa
sebab terjadinya inflasi dewasa ini karena adanya hutang pada luar
negeri sebanyak $ 2.5 Milyard dan diantaranya berupa pembelian
senjata-senjata seharga $ l Milyard pada Uni Soviet. Yang aneh dalam
hal ini justru hutang-hutang pada Uni Soviet ini, bukankah Jenderal
Nasution sendiri yang menanda-tangani kontrak-kontraknya? Bahkan dia
sendiri sudah 2 kali berkunjung ke Moskow. Apakah dengan begitu ucapan
Jenderal Nasution itu dapat dipertanggung-jawabkan?
Tuan Suharto,
Saya ingin mengajukan banyak data-data yang Tuan sendiri berharap
akan menjadikan data-data itu sebagai bukti terlibatnya PKI. Tapi
mengapa Tuan tidak membuka penyelidikan untuk menghimpun data sesungguhnya?
Sudah tentu, bukan data-data yang bersifat sepihak. Saya kira seluruh
Negeri dan rakyat Indonesia berhak untuk tahu dan mengerti yang
sebenarnya. Sekali lagi biar seluruh rakyat tahu juga bagaimana pendapat Tuan
tentang peristiwa tersebut. Hal ini penting sekali karena telah
di-isukan bahwa bukan hanya PKI yang terlibat tapi juga Presiden Soekarno
yang ikut dituduh merestui ”Dewan Revolusi.”
Selain itu juga dikatakan bahwa beberapa ribu orang PKI sebelum
peristiwa G 30 S itu telah dipersiapkan dengan mengadakan latihan
militer di daerah lapangan udara Halim. Di mana Presiden Soekarno pada
tengah malam ketika peristiwa itu terjadi juga diamankan disitu. Dengan
adanya berita-berita itu orang pada bertanya bagaimana hal ini bisa
terjadi. Adanya suatu latihan militer yang diikuti oleh ribuan orang dapat
dilakukan secara sembunyi-sembunyi? Dan apa perlunya Presiden Soekarno
itu mencari perlindungan di tempat yang tidak menguntungkan baginya?
Kenyataan berita-berita lain yang saya peroleh dari lapangan udara
Halim adalah bahwa: peristiwa G 30 S itu adalah cetusan dari suatu
konflik dalam Angkatan Darat. Oleh karena itu mereka menggunakan
dalih saat pribadi Soekarno itu dibawa kesana, karena saya sebagai istri
merasa khawatir akan keselamatan suami saya. Sampai di Halim saya malah
jadi bingung, karena ketika saya tanyakan pada sementara orang tenyata
tak seorang pun yang tahu apa yang telah terjadi. Bahkan ketika itu, kita
tidak tahu bahwa Jenderal A. Yani telah terbunuh. Pokoknya ketika itu
kita tidak tahu siapa kawan dan siapa lawan. Hampir semuanya dalam
kebingungan dan tidak tahu apa yang akan diperbuat. Tidak seorang pun
tahu apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi berikutnya.
Dalam mengenang peristiwa G 30 S itu kembali, saya kira persoalannya
akan lain andaikata Jenderal A. Yani masih hidup. Presiden Soekarno
sendiri sangat sedih bagaimana sampai terjadi dia jadi korban dan
bagaimana tempat tinggalnya sampai diketahui.
Selain hal di atas dengan ini saya ingin mengajukan pertanyaan yang
penting kepada Tuan yang kiranya Tuan perlu perhatikan. Ialah tentang
adanya ”Dewan Jenderal”, yang Tuan telah tentang keras tidak
mengetahuinya. Orang hanya tahu, bahwa Jenderal A. Yani dan
jenderal-jenderal lain yang terbunuh itu, hanya merekalah yang mengetahui tentang
persoalan “Dewan Jenderal” tersebut.
Akan tetapi 2 minggu sebelum peristiwa tersebut, Presiden Soekarno
bertanya kepada Jenderal A. Yani: bagaimna sebenarnya duduk persoalan Dewan Jenderal tersebut. Yang dijawab oleh Jenderal A. Yani dengan
tegas: Bapak Presiden, serahkan kepada saya saja segala hal yang
bersangkutan dengan anak buah saya tersebut” (maksudnya D.D.)
Dari dialog tersebut, bagi saya timbul pertanyaan yang besar:
bagaimana bisa terjadi Jenderal A. Yani itu ikut terbunuh? (jelas karena
justru ada kontradiksi dalam ABRI sendiri=penyalin).
Jadi andai kata Tuan benar-benar obyektif, maka pasti Tuan akan yakin bahwa Soekarno itu benar-benar tidak terlibat dan tidak tahu apa-apa tentang G 30 S tersebut.
Tuan Suharto,
Dengan mengetahui tentang hal-hal di atas, maka lalu timbul pertanyaan
saya: apakah kiranya jawaban Tuan bila seluruh rakyat Indonesia yang
menduga bahwa dengan adanya tindakan cepat dari Tuan untuk membentuk
kekuasaan “Orde Baru” dalam situasi yang kacau balau itu, bukankah justru
sebenarnya Tuan lah yang mempunyai semua rencana dan melaksanakan
rencana “Dewan Jenderal”.
Bukti-bukti kemudian menunjukkan bahwa dalam situasi yang kacau di
Indonesia itu, Tuan telah membangun tentara yang berorientasi ke kanan,
bergandengan tangan dengan sementara mahasiswa-mahasiswa (yang tidak
puas), yang kemudian didorong dan bekerja sama dengan pimpinan-pimpinan
partai Islam serta politisi yang “kanan” untuk menghancurkan PKI. Yang
selanjutnya terjadilah pembunuhan dan pertumpahan darah yang terencana.
Bagaimana hal ini sampai terjadi, bahwa sikap ABRI malah lebih dekat
dengan Pentagon (Markas Besar Departemen Pertahanan Amerika Serikat),
dimana hampir semua kegiatan militer di dunia dikendalikan dari sana?
Apakah dalam situasi demikian itu orang bisa mengharapkan lain kecuali
PKI itu menjadi hancur berantakan karenanya dan hubungan dengan RRC
dengan sendirinya putus.
Presiden Soekarno telah berulang kali mengatakan bahwa tidak benar
untuk hanya menyalahkan PKI. Beliau berkata: “Kita jangan melemparkan
semua kesalahan itu kepada PKI saja. Tapi persoalannya terletak pada
hal-hal lain.”
Saya sangat menghargai akan sikap Bung Karno yang begitu tegas itu
meskipun beliau harus mengorbankan nasibnya sendiri. Beliau telah
menolak untuk tunduk pada tekanan pihak ABRI untuk menyatakan PKI itu
dilarang dan di luar hukum. Ideenya meskipun telah mengalami tekanan
yang berat dari pihak ABRI. Andaikata Bung Karno itu tidak bersikap
teguh sedemikian rupa, barangkali situasi dan posisi beliau tidak akan
seburuk seperti sekarang, apalagi kalau beliau melakukan langkah-langkah
kompromis. Tapi beliau tidak demikian dan tetap berpegang teguh pada
kebenaran dan keadilan.
Adam Malik, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia pada tahun 1966
telah berbicara di depan mahasiswa-mahasiswa di Tokyo dengan penuh
kebohongan dan kebodohan. Ia menerangkan bahwa Soekarno-lah yang
bertanggung jawab atas terjadinya pembunuhan massal terhadap kaum
komunis di Indonesia itu. Andaikata Soekarno tepat pada waktunya
menentukan sikapnya terhadap PKI maka pembunuhan massal itu dapat
dihindari.
Dengan pidatonya Adam Malik itu maka orang-orang yang tidak tahu
tentang apa sebenarnya yang telah terjadi di Indonesia itu akan
menanggapinya dengan benar. Sementara itu Bung Karno masih terus secara
terbuka berbicara dan menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya
tentang PKI itu. Hal ini pun telah ditafsirkan oleh sementara mereka
itu, bahwa Presiden Soekarno telah merestui tindakan-tindakan lebih
lanjut dari PKI yang ternyata kemudian berakibat terjadinya pembunuhan
yang lebih kejam.
Seperti kata pepatah Latin ”Cui Bono” yang artinya: yang penting bukan
siapa yang benar akan tetapi siapa yang memperoleh keuntungan. Bukankah
kemudian ternyata terbukti, bahwa Amerika Serikat-lah yang memperoleh
keuntungan dengan peristiwa G 30 S itu. Kini terbukti bahwa Jakarta
telah dibanjiri oleh Investor-Investor asing (penanam modal) yaitu
Amerika Serikat. Tentang inipun tidak menjadi soal andaikan dengan
kegiatan-kegiatan ekonomi itu, Indonesia dan rakyatnya yang pertama-tama
memperoleh keuntungan. Bung Karno sejak semula sebenarnya selalu menolak
untuk dibuatkan patung untuk dirinya. Baru setelah 22 tahun kemudian
beliau mengabdi kepada Revolusi Indonesia, dengan enggan beliau baru
menerima untuk dituliskan autobiografi-nya (riwayat hidupnya).
Akan tetapi bagi Tuan Suharto sendiri segera setelah tidak lama
memegang kekuasaan, telah dibuatkan buku riwayat hidup Tuan dengan
memakai judul “The Smiling General” (Jenderal yang suka senyum). Selain
itu Tuan telah mengabadikan potret Tuan pada uang kertas Republik
Indonesia yang sudah tentu agar Tuan cepat dikenal. Semua itu tentunya
dengan advis (pertimbangan) para pembantu yang mengelilingi Tuan.
Tetapi sebaliknya – Tuan sama sekali telah meniadakan foto-foto Bung
Karno pada kedutaan-kedutaan di Luar Negeri yang mempunyai kebiasaan
memancangkan foto tokoh-tokoh dari bangsa di Dunia. Dalam hal ini tidak
satu gambar Presiden Soekarno nampak.
Tuan Suharto,
Tuan yang pernah mengkritik tentang kediktatoran Presiden Soekarno
dan bahkan Tuan telah berjanji akan memulihkan demokrasi di Indonesia,
ternyata sekarang Tuan telah berbuat melebihi apa yang diperbuat oleh
bung Karno. Langkah pertama yang seharusnya Tuan lakukan untuk men-demokratisir keadaan/situasi, antara lain tentang pemilihan Presiden.
Teryata tentang hal inipun oleh Tuan selalu ditunda-tunda. Selain itu
Tuan telah melarang untuk mencantumkan nama Bung Karno dalam buku-buku
sejarah Indonesia yang harus diterbitkan. Sementara itu Tuan telah
menahan Bung Karno dengan dalih untuk melindungi keselamatannya yang
hakekatnya Tuan telah mengisolir beliau dari dunia luar. Tindakan Tuan
yang tidak benar dan tidak adil inilah yang menyebabkan Bung Karno itu
menjadi sakit. Beliau tidak mendapat perawatan sebagaimana mestinya.
Dokter-dokter yang disediakan hanya proforma saja. Malah dokter gigi
yang sangat diperlukan oleh beliau Tuan tidak memberikannya. Bahkan pernah
ada orang yang mengingatkan agar Bung Karno itu jangan selalu diberi
obat-obat injeksi sebab ada kemungkinan obat-obat ini justru membahayakan
kesehatannya.
Disamping itu saya juga berharap mudah-mudahan makanan yang dibuat
dan dikirim oleh putra/putri Bung Karno itu, benar-benar akan sampai ke
tangan beliau selama beliau dalam isolasi, dalam tahanan, benar-benar
dalam keadaan sangat berat dalam hidupnya. Bahkan hak-hak kemanusiannya
yang paling azasi pun beliau tidak memperolehnya. Satu-satunya
kesempatan yang diberikan kepada beliau untuk meninggalkan
tempat isolasinya ialah ketika menghadiri perkawinan salah satu putrinya. Untuk
itu mobil Bung Karno dikawal dengan ketat dengan kendaraan panser dan
tidak boleh didekati oleh siapapun. Ketika beliau berdiri dan mendekati
putrinya yang sedang menjadi penganten guna memberikan ciuman selamat
dari seorang ayah pada anaknya, inipun telah dicegah oleh Polisi Militer
yang mengawalnya dan beliau didorong secara kasar sehingga terjatuh
duduk di atas sofa. Selain itu wajah beliau ditutupi dan
dihalang-halangi agar tidak dapat diambil fotonya.
Andaikata saya yang mendapat perlakuan demikian, mungkin pasti jiwa
saya akan terpukul keras. Akan tetapi karena Bung Karno itu mempunyai
jiwa yang besar dan mentalnya kuat, perlakuan demikian itu dianggapnya
sebagai pengorbanan yang harus dideritanya. Saya benar-benar sangat
khawatir, bahwa mungkin perlakuan alat-alat kekuasaan Tuan kepada Bung
Karno itu, kalau sedang sendirian lebih kasar karena di depan umum pun
alat-alat kekuasaan Tuan itu sampai berani berbuat demikian terhadap
beliau. Tuan dapat saja menghancurkan jasmani Bung Karno, tetapi Tuan tak
akan pernah berhasil menghancurkan semangat dan jiwanya dalam membela
keadilan dan kebenaran. Jiwa dan semangat Bung Karno itu tak akan pernah
mati!
Bung Karno telah berjasa membebaskan Indonesia dari penjajahan
Belanda yang 350 tahun lamanya. Setelah 13 tahun di penjara dan dibuang Pemerintah Belanda dan memimpin perjuangan bersenjata untuk kemerdekaan
Indonesia selama tahun 1945 sampai tahun 1949. Bung Karno itu pasti
tahu apa yang harus diperbuat untuk mengisi kemerdekaan negerinya.
Tanpa kepemimpinan Bung Karno, Tuan pasti tidak akan punya
kedudukan sebagai Presiden seperti sekarang ini. Bung Karno itu telah
meletakkan Undang-Undang Dasar yang demokratis untuk Indonesia dan
telah mendirikan “Lingua Franca”.
Dibidang seni dan budaya beliau adalah promotor. Beliau-lah orangnya
yang telah meletakkan dasar untuk pembangunan Bangsa Indonesia. Apakah
dengan jasa-jasanya itu, tidakkah pantas beliau mendapatkan imbalan?!.
Andaikan Bung Karno tahu bahwa akan terjadi suatu pengkhianatan
yang berakibat pembunuhan antar sesama Bangsa seperti peristiwa G 30 S
itu pasti beliau tidak akan menyetujuinya.
Dan saya-pun tidak akan tinggal diam apabila sampai suami saya
terlibat dalam tindakan kekerasan itu. Di depan mata saya, Bung Karno itu
sangat terpuji dengan sifat-sifatnya yang luhur! Saya sangat yakin bahwa
kalau ada seseorang yang berbuat dengan cara sadar dan sistematis
membunuh sesama manusia, maka perbuatan itu adalah yang paling keji dan
tak beradab. Saya kenal pepatah Jepang yang berbunyi: “mencekek seseorang
dengan kain sutra”. Sehubungan dengan pepatah inilah Tuan Suharto, Tuan telah
memperkenankan Bung Karno itu diperlakukan sedemikian rupa, tersiksa, baik
lahir maupun batinnya.
Selama ini saya belum pernah mengeluarkan suara atau pernyataan
apa-apa, karena saya sadar bahwa Tuan sedang menghadapi
persoalan-persoalan yang cukup gawat. Tapi kali ini saya harus berbicara
secara terbuka kepada Tuan, karena: pertama-pertama untuk menjaga
keselamatan dan nama baik Presiden Soekarno.
Ketika Presiden Soekarno menyerahkan wewenangnya kepada Tuan sebagai
pejabat Presiden pada tanggal 7 Märet 1967 telah diberikan 3 syarat oleh
beliau kepada Tuan. Salah satu diantaranya ialah: bahwa Tuan harus
menjaga keselamatan keluarga Presiden Soekarno. Ternyata Tuan tidak
memperhatikan permintaan beliau itu.
Sewaktu Tuan diwawancarai oleh wartawan Jepang tentang banyaknya
korupsi di Indonesia dewasa ini. Tuan telah memberikan keterangan
sebagai berikut: “Tentang masalah korupsi itu saya kira selamanya akan
ada. Dan soal korupsi ini sebenarnya adalah sisa-sisa dari pemerintah
Soekarno dulu. Sementara ini akan tetap demikian karena memang
sedemikian sejak semula”.
Kalau ucapan Tuan itu benar maka ucapan Tuan itu seakan-akan ucapan
seorang yang tidak bertanggung-jawab. Sikap Tuan itu adalah licik dan
tidak jantan, karena Tuan ternyata berlindung di belakang nama Soekarno
tentang apa yang sekarang terjadi. Ketika Tuan berbicara demikian
di depan wartawan itu, maka habislah segala rasa hormat saya pada Tuan
sampai yang terakhirpun!
Memang selama masih disebut manusia, biasanya siapa yang menang akan
selalu menganggap dirinya benar dan sebaliknya mereka yang kalah pasti
segala sesuatunya akan ditimpakan kepadanya.
Apabila Tuan memang bersedia dan benar-benar mau menyelidiki serta
memberantas korupsi sebagai seorang warga negara Indonesia, saya
sepenuhnya bersedia untuk menjadi saksi dan hadir pada setiap
sidang-sidang pengadilan yang dilakukan secara terbuka. Sudah tentu
pelaksanaannya harus sesuai dengan norma-norma dan hukum yang berlaku dan
tidak ditutup-tutup serta tidak boleh ... (…?? Sambungan kalimat tidak
jelas, oleh penyebar, Enje).
Bung Karno adalah Pahlawan Revolusi Indonesia. Dengan segala kerendahan hati,
ingin saya katakan bahwa beliau memang belum tentu bisa menjadi
pemimpin di waktu damai. Akan tetapi saya kira andaikata Bung Karno itu
sewaktu menjadi mahasiswa, sempat belajar di luar negeri, beliau pasti
akan lebih banyak mengenal masalah-masalah ekonomi yang akan melengkapi
kepemimpinanya. Saya katakan demikian, karena mungkin “Nasionalisasi”
perusahaan–perusahaan asing di Indonesia yang telah dilakukanya itu
sebagai suatu kekhilafan.
Selain itu, Bung Karno itu sebenarnya tak pernah mengalami dan berada
dalam kehidupan keluarga yang stabil. (Sebagai seorang pejuang pasti
tidak mungkin! Penyalin). Andaikata beliau lebih lama mengenal
kehidupan rumah-tangga yang harmonis seperti halnya kebanyakan orang,
mungkin beliau ini akan menjadi Presiden yang lebih baik dalam suatu
pemerintahan yang terpimpin dan sosialis di negeri ini. Sayangnya tidak
memungkinkan, sehingga beliau itu lebih cenderung pada sifat-sifat
seorang Kaisar. Dan beliau jadi korban dari kekuasaan yang dikuasainya,
sendirian secara-penuh.
Saya dapat mengatakan demikian kepada Tuan, karena saya memang
menganggap dan menghomati Soekarno itu sebagai orang besar. Akan tetapi
kiranya Tuan tahu, bahwa saya tidak selalu menyetujui setiap
pendapatnya.
Sebagai misal terhadap Pancasila yang beliau gali dan ciptakan itu,
menurut pendapat saya, adalah sepenuhnya terlalu idealistis. Meskipun
idealisme itu perlu, akan tetapi dalam abad ke-21 ini tidak sepenuhnya
idealisme itu dapat dilaksanakan dalam praktek.
Indonesia sebenarnya belum matang untuk dibawa pada sistem demokrasi
ala barat. Oleh karena itulah maka Bung Karno memberikan konsep
pemikiran: “Demokrasi Terpimpin”. Lebih-lebih, karena Rakyat Indonesia
kebanyakan masih banyak yang buta huruf dan taraf pendidikan maupun
kemampuan ekonominya tidak sama. Dalam hal ini saya sependapat dengan
Bung Karno.
Akan tetapi di pihak lain beliau itu telah meletakkan dasar politik
yang terlalu tinggi dan terlalu ideal. Karena itu dapatlah dimengerti
kalau beliau mendapat kritik yang begitu keras terutama dengan
cita-citanya untuk mengadakan perbaikan atas nasib seluruh rakyat
Indonesia secara massal dan serentak. Beliau sebetulnya harus lebih
realistis dengan ide-idenya itu. Pada saat-saat beliau mempunyai posisi
yang cukup kuat sebagai penguasa tertinggi, mestinya beliau akan
mendapatkan dukungan dari pembantu-pembantunya atas ide-idenya tersebut.
Akan tetapi kebanyakan dari Rakyat Indonesia itu hanya mengharapkan
perubahan-perubahan dalam kebutuhan hidup sehari-harinya. Rakyat hanya
menginginkan pemenuhan material yang nyata, dan mereka sudah mulai jenuh
dengan idealisme yang sering dipidatokan. Bung Karno itu mengemukakan
bahwa dunia ini dikuasai oleh 2 blok kekuasaan adi kuasa. Dan ide beliau
ingin membentuk kekuatan ke-3 sebagai imbangan. Dalam perjuangan
mewujudkan cita-cita ini, Indonesia dapat mempengaruhi dan menggerakkan
dunia ke-3 seperti negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin. Ini
berarti bahwa Indonesia sekaligus harus bisa berdikari di segala bidang.
Demikian yang dicita-citakan oleh Bung Karno.
Kalau kemerdekan penuh dapat diberikan kepada semua negeri dan
bangsa-bangsa yang terjajah. Akan sikap politik Indonesia yang
mengisolasi diri itu, menyebabkan Indonesia menarik diri dari keanggotaan
P.B.B, dari Bank Dunia, tidak ikut dalam Olympiade di Tokyo. Hal ini
terjadi dalam rangka ketegangan dan perjuangan pembebasan Irian Barat
dan konfrontasi dengan Malaysia.
Bung Karno berpendapat bahwa P.B.B telah bersikap tidak adil terhadap
anggota-anggotanya. Indonesia yang belum pernah mendapat pinjaman dari
Bank Dunia (yang dikuasai oleh Amerika Serikat) telah menolak bantuan
itu, kalau memakai syarat-syarat politik. Sebelum Olympiade Tokyo
dimulai, Indonesia telah dituduh mempolitisir olah-raga seluruh
bangsa-bangsa Asia-Afrika di Jakarta (Ganefo). Karenanya, Indonesia lalu
ditolak untuk ikut dalam Olympiade Tokyo itu. Dalam hal ini Bung Karno
menolak tuduhan tersebut kerena ternyata pertandingan-pertandingan
Olympiade selama inipun juga tidak mengikut sertakan semua negeri
khususnya negara-negara komunis.
Tuan Suharto,
Apabila Tuan juga mencoba memikirkan tentang hari depan Indonesia
pada hari-hari yang gawat itu, Tuan pun akan pasti mempunyai
pendapat-pendapat lain mengenai ide-ide Bung Karno itu, yang mempunyai
akibat tantangan angin taufan. Saya sendiripun ikut prihatin dengan hati
yang berdebar-debar memperhatikan bahwa diplomasi Indonesia itu makin
hari makin bergeser ke kiri.
Memang tak ada orang yang sempurna! Begitu juga dengan diri Bung
Karno menurut saya, apa yang dikerjakan oleh beliau itu sama sekali tidak
terselip untuk keuntungan diri sendiri, tetapi sepenuhnya segala
sesuatunya itu diabdikan pada Indonesia dan rakyatnya, satu-satunya yang
dicintainya dan hendak diabdinya. Dalam perjalanan hidupnya, Bung Karno
itu selalu berusaha untuk mencegah dan menghindari ada pertentangan
dalam negeri yang bisa berakibat adanya korban-korban.
Dibanding dengan sikap Tuan dan pembantu-pembantu Tuan, ternyata jauh
berbeda di mana Tuan atau pembantu-pembantu Tuan telah memerintah
Indonesia dengan perampokan dan pertumpahan darah. Tuan dan
pembantu-pembantu Tuan kelak akan dituntut dengan tuduhan telah
melaksanakan pembunuhan yang disengaja terhadap ratusan ribu orang PKI
yang tidak bersalah, dengan dalih “penumpasan PKI sampai ke
akar-akarnya”
Siapa dapat percaya, bahwa Tuan percaya kepada Tuhan? Dalam hal ini,
Indonesia seharusnya tidak memerlukan Presiden di mana tangannya penuh
berlumuran darah.
Tuan Suharto,
Bung Karno itu saya tahu benar-benar sangat mencintai Indonesia
dengan Rakyatnya. Sebagai bukti bahwa meskipun ada lawannya yang
berkali-kali hendak menteror beliau, beliau pun masih mau memberikan
pengampunan kalau yang bersangkutan itu mau mengakui kesalahannya.
Dibanding dengan Bung Karno, maka di balik senyuman Tuan itu, Tuan
mempunyai hati yang kejam. Tuan telah membiarkan ratusan ribu orang-orang PKI dibantai. Kalau saya boleh bertanya: apakah Tuan tidak mampu
dan tidak berkuasa untuk mencegah dan melindungi mereka agar tidak
terjadi pertumpahan darah?
Mungkin Tuan kelupaan bahwa ketika peristiwa tahun 1965 itu
berlangsung, Bung Karno tidak juga Tuan suruh bunuh pula. Tuan pasti
mudah amat untuk mempersalahkan dan menuduh PKI itu bersalah sehingga
terjadinya tragedi tersebut. Kalau Tuan mau berbuat demikian maka pasti
rakyat banyak yang menjadi pengagum dan menganut ajaran Bung Karno itu akan
tetap hidup tenang. Tidak seperti sekarang, di mana mereka tidak dapat
berbuat apa-apa sementara mereka tidak tahu bagaimana nasib
pemimpinnya.
Semestinya Tuan tidak perlu memperlakukan Bung Karno itu sedemikian
rupa, yang mungkin karena perasaan kerdil Tuan. Sebenarnya Tuan akan
lebih terhormat apabila Bung Karno itu sebagai Pemimpin Besar Revolusi
dapat meninggal secara wajar, bukan karena tersiksa dalam tahanan. Adalah
suatu kerugian besar sekali bagi Indonesia bahwa Bung Karno itu telah
mendapat perlakuan yang tidak wajar seperti itu, setelah beliau mengabdi
selama hidupnya untuk Negara Indonesia dan bangsanya.
Pada akhir surat terbuka ini, Saya akan tutup surat ini dengan
mengenang kembali akan kecintaan dan kemesraan saya terhadap Bung Karno
dengan teriakan!!!
Paris, 16 April 1970
Tertanda,
Tertanda,
Ratna Sari Dewi Soekarno
(Surat ini diterjemahkan bebas oleh Vrij Nederland. Sumber: kolektorsejarah.wordpress.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar