Surat Soekarno untuk Sudirman yang Menampar Pemimpin Sekarang
Mata
saya mendadak tak berkedip. Setelah memajukan kursi lebih dekat ke
meja, saya terdiam membaca satu persatu kalimat itu. Tulisan tangan yang
indah dalam huruf latin bersambung, untaian katanya biasa saja, tak
panjang tapi sungguh siapapun yang membaca pasti akan menemukan sejuta
rasa di sana. Untaian kata itu seperti hidup dan bertutur sendiri.
Bahkan meski ditulis lewat setengah abad yang lalu, kalimat-kalimat itu
seperti berbisik tentang Indonesia yang seharusnya, tentang pemimpin
yang semestinya.
Sebuah surat dari Seokarno kepada Jenderal Sudirman yang tak memiliki seragam bagus untuk peringatan 17 Agustus.
Fakta
bahwa Ir. Soekarno dan Jenderal Sudirman adalah dua nama besar dalam
sejarah dan perjalanan bangsa Indonesia sepanjang masa tak terelakkan. Tapi
boleh jadi tak banyak yang tahu tentang kedekatan keduanya bagaikan
sahabat. Itulah yang terekam dalam beberapa salinan surat tulisan tangan
Soekarno untuk sang Jenderal pada sebuah buku di Museum Tempat Lahir
Jenderal Sudirman yang berada di Purbalingga, Jawa Tengah.
Seokarno
ternyata sangat sering berkirim surat pribadi kepada Jenderal Sudirman
pada masa-masa awal kemerderkaan. Kedekatan keduanya terbaca dari aliran
bahasa yang dituliskan Soekarno. Tak ada bahasa kaku layaknya seorang
Presiden dalam surat kenegaraan. Yang ada justru percakapan sederhana,
manis dan tulus.
Dalam
suratnya Seokarno kerap menyapa Sudirman dengan “saudaraku”. Tapi dalam
surat-surat lainnya beliau juga menyapa sang Jenderal dengan “Panglima
Besar. Meskipun demikian satu kata yang tak pernah tertinggal dari
surat-surat itu adalah pekik salam “Merdeka!”.
Surat Soekarno kepada Jenderal Sudirman yang sedang sakit.
Kedekatan keduanya kental terasa pada salah satu surat Seokarno kepada sang Jenderal ketika menderita sakit. Perhatian besar
dari seorang Presiden yang mengirimkan dokter untuk memeriksa Panglima
Besar memang sudah selayaknya. Tapi surat tersebut berkata lebih dari
itu. Mata saya nyaris berkaca-kaca membacanya. Berikut saya salinankan
isinya.
Saudaraku,
Inilah
profesor Asikin jang saja persilahkan datang dari Djakarta untuk
memeriksa saudara. Beliau ta’dapat datang sebelum hari ini, berhubung
dengan pekerdjaan beliau di Djakarta.
Saudara
mengerti, bahwa saja amatlah mengingini saudara lekas sembuh. Apa sadja
jang diperlukan, insjaAllah akan saja ichtiarkan untuk melekaskan
sembuh saudara. Dan do’a saja kepada Tuhan pun senantiasa memohonkan
sembuh saudara.
Harap saudara jakin tentang tentang hal itu.
Merdeka!
Saudaramu
Soekarno
Dua bapak bangsa yang bersahabat menjalin kata lewat surat. Bukan surat biasa karena surat –surat itu berkata tentang ke-Indonesia-an mereka yang luar biasa.
Antara bangga, sedih dan haru ketika membaca sebuah surat Soekarno
tertanggal 9/8/’49 yang fotonya saya tempatkan di atas. Apa yang membuat
saya terharu sekaligus bangga tak perlu diuraikan. Tapi saya dan semua
orang Indonesia yang membaca isi surat itu pasti sepakat jika keduanya
adalah pahlawan yang sebenar-benarnya pahlawan Indonesia, sosok yang
berjuang dan mati untuk negeri tanpa peduli apa terjadi pada dirinya.
Sosok besar yang tak membutuhkan tanda dan pakaian kebesaran sekalipun.
Sang Jenderal yang bahkan tak sempat mengganti pakaiannya yang sudah
rusak atau lusuh hingga sang Presiden datang sebagai sahabat memberikan
sehelai kain baru untuk dipakainya.
Berikut saya salin isi surat tersebut.
Saudaraku,
Hari
Nasional 17 Agustus sudah mendekat. Saja kira saudara ta’mempunjai
uniform jang bagus. Maka bersama ini saya kirim bahan untuk uniform
baru.
Haraplah terima sebagai tanda persaudaraan.
Merdeka!
Soekarno
9/8 ’49
Jika
pakaian saja mereka tak mempedulikannya, bagaimana dengan pemimpin kita
sekarang ini yang sangat bangga dengan jubah dan toga kehormatan juga
rentengan medali pengakuan. Jika mereka dulu tak peduli berjuang dari
atas tandu, bertaruh nyawa hijrah dari Ibu Kota ke daerah, bagaimana
dengan pemimpin-pemimpin sekarang yang rela menyeberang benua demi
lencana kehormatan sementara bangsa dan rakyatnya tertatih sendirian?.
Para
pemimpin, anggota DPR, politikus dan para Calon Presiden yang hari ini
berziarah ke makam pahlawan dan muncul berseliweran di TV mengucapkan
Selamat Hari Pahlawan sembari menguntai kalimat-kalimat manis harusnya
MALU.
Terima Kasih Pak Karno, Pak Dirman. Terima kasih semua pahlawan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar